rss feed

Rabu, 03 Oktober 2012

Natal ?

Kita mengenal tahun Masehi, dan banyak orang tahu bahwa tahun Masehi mengacu pada kelahiran Masehi atau Mesias, yaitu Kristus. Karena memori tadi, mereka bertanya, "Kalau tahun Masehi itu mengacu pada kelahiran Yesus, mengapa tahun Masehi dimulai 1 Januari, bukan mulai 25 Desember?" Ada lagi yang bertanya, "Kalau tahun Masehi itu mengacu pada kelahiran Yesus, mengapa Yesus lahir 25 Desember, mengapa tidak 1 Januari?"

Ada rekaan jawaban yang cukup menarik, bahwa hal ini dapat dilihat dengan adat Yahudi. Menurut adat Yahudi, tiap bayi laki-laki pada hari ke-8 setelah lahir, disunat. Pada hari itu ia diberi nama dan diakui keberadaannya. Kalau Yesus lahir pada 25 Desember dan pada hari ke-8 disunat dan diberi nama, maka hari itu adalah tanggal 1 Januari.

Jika Yesus dilahirkan pada bulan 25 Desember Kelihatannya tanggal dan bulan ini tidak tepat benar, karena pada bulan Desember - Januari, di kota Betlehem, Yudea, dimana kelahiran Yesus terjadi, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju sehingga agaknya tidak mungkin para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Lukas 2:8). Demikian juga kaisar Agustus tentunya tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana musim dingin yang mencekam demikian.



:
Umat Kristen pada abad pertama tidak merayakan Natal seperti layaknya umat Kristen sekarang, mereka lebih terpukau untuk merayakan hari kematian, dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus yang dikenal sebagai hari Paskah, dan belum memikirkan hari kelahiranNya.

Sebenarnya semula di gereja Timur (orthodox) dirayakan hari Epifani (manifestasi) pada tanggal 6 Januari untuk merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Perayaan epifani juga masih dirayakan saat ini dengan memberkati air baptisan di gereja Timur dan sungai Yordan juga diberkati pada hari Epifani, dan sudah dilakukan sejak abad 3.

Di gereja Barat (Katolik), hari Epifani itu dirayakan juga untuk mengingat kunjungan orang Majus untuk menyembah bayi Yesus, dan sejak abad 4, perayaan ini dilakukan untuk mengenang peristiwa yang terjadi sekitar manifestasi kelahiran Yesus di Betlehem. Dalam kaitan dengan perayaan pembaptisan Yesus itu, pada malam tanggal 5 Januari sekaligus dirayakan peringatan kelahiran Yesus. Data tertulis yang mencatat perayaan kelahiran Yesus itu sudah ada pada abad 4.

Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena di akhir musim salju tanggal itu, Matahari mulai kembali menampakkan sinarnya dengan kuat.

Menghadapi perayaan kafir yang sangat kuat ini, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara tersebut, namun dengan adanya proselitasi (pengkristenan) orang Roma secara masal sejak kaisar Konstantin menjadi Kristen, banyak orang Roma yang tetap merayakan hari Matahari itu sekalipun sekarang sudah mengikuti agama Kristen. Kenyatan ini mendorong para pemimpin gereja kala itu untuk berusaha mengalihkan penyembahan dewa Matahari itu dan menggantinya menjadi perayaan 'Matahari Kebenaran,' dan kemudian menggantinya menjadi perayaan Natal.

Sejak tahun 336, secara resmi perayaan Natal dilakukan pada tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 5-6 Januari. Ketentuan ini diresmikan oleh kaisar Konstantin yang kala itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (tahun 375), Konstantinopel (380), dan di Alexandria Mesir (430), dan kemudian menyebar ke tempattempat lain dan masakini dirayakan diseluruh dunia, baik dalam dunia dengan tradisi Kristen maupun tidak.

Dari data sejarah tersebut kita dapat mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun untuk mengalihkan orang Roma dari perayaan dewa Matahari kearah Tuhan Yesus Kristus, maka tradisi perayaan Natal tanggal 5-6 Januari digeser ke sini, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti tradisi kafir dengan merayakan hari Matahari. Hari Natal dimaksudkan untuk menggantikan hari Matahari.

Sekalipun masih ada umat Kristen yang mendua hati dengan masih merayakan hari Matahari kala itu, umat Kristen yang bertobat tidak lagi mengartikan hari itu sebagai hari Matahari melainkan sebagai peringatan kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Umat Kristen masakini juga tidak mengkhususkan pada tanggal 25 Desember, penentuan pada tanggal itu merupakan usaha menuju keseragaman nasional, dan bukti bahwa umat Kristen tidak terpaku hari itu adalah kenyataan bahwa umumnya perayaan Natal masakini diadakan di antara awal bulan Desember sampai akhir bulan Januari tahun berikutnya, bahkan ada yang diluar kurun waktu itu.

Seperti yang terjadi dalam semua agama, termasuk agama Yahudi dimana Yesus sering mengkritik umat Yahudi yang menekankan adat-istiadat manusia lebih dari perintah Allah (Markus 7:6-8), demikian juga adat-istiadat manusia juga masuk ke dalam perayaan Natal terutama dikalangan tradisi Roma Katolik dimana tradisi dihargai setara dengan Alkitab.

Pada abad ke-13, Franciscus dari Assisi memperkenalkan 'creche' yaitu replika kandang dalam gua dengan ternak-ternaknya, dimana disitu juga ada berdiri patung Yusuf dan Maria dengan bayinya di atas palungan dan dihadiri para gembala dan orang majus. Replika ini menjadi hiasan perayaan Natal yang utama sebelum pohon Natal dikenalkan. Sejak itu perayaan Natal selain diisi dengan makan minum dan tarian juga diisi dengan lagu-lagu yang dikenal sebagai Christmas Carol. Lagu-lagu Natal ini sering dinyanyikan oleh sekelompok penyanyi yang mendatangi orang-orang pada malam Natal dari rumah ke rumah.

Di antara lagu-lagu Natal tersebut, yang paling terkenal adalah lagu 'Stille Nacht, heilige Nacht' yang diciptakan oleh seorang Jerman Franz Xaver Gruber yang meninggal dunia pada tahun 1863, lagu yang terkenal di seluruh dunia dan selalu dilantunkan pada hari Natal dimana-mana.

Bagaimana sampai terjadi bahwa pohon terang dijadikan hiasan sentral dalam perayaan Natal? Sekalipun ada yang mengira bahwa kekristenan itu menyembah dewa pohon yang digambarkan sebagai pohon Natal, tidak ada data sejarah yang menunjang hal itu, selain bahwa pohon den (tanne baum) merupakan simbol kekekalan. Sumber gereja Katolik Roma, menyebutkan mengenai Pohon Terang, sebagai berikut:

"Pohon Natal berupa pohon cemara yang dihiasi dengan lilin atau lampu-lampu berwarna, biskuit, buah-buahan atau bola berwarna-warni pada hari sebelum Natal. Kebiasaan itu mungkin berhubungan dengan 'sandiwara firdaus', yang pada Abad Pertengahan dipentaskan dimuka pintu gerbang gereja-gereja. Di permainan ini terdapat a.l. sebatang pohon yang digantungi buah-buah apel. Lilin dan lampu yang sekarang dikenakan, melambangkan 'Terang Dunia', yaitu Kristus yang kelahiranNya dirayakan pada hari Natal (25 Desember)." (A. Heuken S.J., Ensiklopedi Gereja, jilid 7, hlm. 21).

Dalam iklim 4 musim seperti di Eropa dimana umumnya pohon-pohon mengalami perubahan sesuai dengan iklim yang terjadi, yaitu musim salju (pohon gundul), musim semi (pohon bersemi/bertunas), musim kemarau (pohon berbunga), dan musim gugur (pohon daunnya berguguran), maka kita dapat melihat bahwa pohon den merupakan pohon yang tetap hijau sepanjang ke-4 musim itu. Ini menunjukkan simbol kekekalan di tengah ketidak kekalan pohon-pohon lain, dan kemudian dijadikan lambang bahwa Kebenaran Tuhan Yesus menggambarkan ajaran yang kekal di tengah dunia yang berubah-ubah dan tidak kekal ini.

Lilin-lilin pohon Natal yang kemudian diganti lampu listrik yang berkelap-kelip adalah gambaran penerangan rumah yang terlihat dibalik pohon-pohon den. Di musim salju, ditengah rumput bersalju, pohon-pohon den berdiri megah dengan kehijauan daun-nya, dan melalui celahcelah dahan dan daunnya kita biasa melihat pemandangan yang menakjubkan yaitu kerlapkerlipnya sinar lampu dari rumah-rumah. Kerlapkerlip sinar ini juga menggambarkan terang telah hadir di pada hari Natal.

Bagaimana dengan figur Santa Claus yang sekarang dikaitkan dengan perayaan Natal? Sebenarnya semula figur Santa Claus ini tidak ada dalam perayaan Natal, namun dikaitkan dengan figur pada abad XI, Santo Nicholas, yang menurut legenda adalah seorang uskup yang baik hati dan suka membagi-bagikan hadiah pada anak-anak pada malam tanggal 5 Desember sebelum tanggal 6 dirayakan.

Legenda Santo Nicholas itu kemudian diadopsi di Belanda sebagai 'Sinter Klaas & Swarte Piet' yang dirayakan tanggal 5 Desember yang datang berkuda di malam Natal membagibagikan hadiah kepada anak-anak. Di Amerika Serikat kisah ini berubah menjadi figur Santa Claus yang dikaitkan pada malam Natal dan menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh 8 ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiahhadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia melalui cerobong asap di atap rumah-rumah, gambaran mana merupakan perpaduan legenda Santa Claus dengan Odin, dewa Norwegia yang dipercaya punya kereta ditarik tujuh rusa kutub yang bisa terbang.

Yang perlu didemitologisasikan dari perayaan Natal bukan hari Natalnya (yaitu kenangan kelahiran Yesus di Betlehem yang bisa dianggap tanggal 25 Desember atau hari lainnya sekitar itu), tetapi perayaan Santa Claus dengan kereta ditarik rusa-rusa kutubnya yang bisa terbang itu, dan juga sikap merayakan hari Natal dengan berpesta-pora.

Sebagai umat Kristiani, kita tahu bahwa 25 Desember bukanlah tanggal kelahiran Yesus, Alkitab tidak menyatakan tanggal ini. Tanggal 25 Desember hanyalah tanggal dirayakannya kelahiran Yesus, bukan tanggal yang sebenarnya.

Ada yang menyelidiki bahwa Yesus Kristus lahir sekitar bulan September atau Oktober (bertepatan Hari raya Tabernakel/ SUKOT setiap tahun pada tanggal 15 bulan Tishri (Bulan ke-7, Ibrani, תִּשׁרִי - TISYREY/ TISHRI atau שְּׁבִיעִי - SYEVI'I). Tanggal 15 Tishri menurut kalender international (Gregorian), pada tahun 2009 ini adalah tanggal 15 Tishri 5770 yang jatuh pada hari Sabtu, 3 Oktober, 2009 yang lalu (lihat http://www.hebcal.com ).

Bagimanapun Merayakan hari Natal sebagai perayaan Kristen baik sekali untuk memperingati kelahiran 'Immanuel' Allah yang menjadi manusia Yesus, agar sekeluarga dapat bersama -sama menghormatinya dan menganut ajarannya dengan sepenuh hati, karena Yesus yang menjadi juruselamat manusia telah hadir di bumi dan mendatangkan sukacita dan damai sejahtera bagi manusia, sesuai berita sukacita Natal berikut:

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya .... Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka." (Lukas 2: 14,20)

0 komentar:

Posting Komentar