rss feed

Renungan

Usaha yang Mustahil:
Nats : Tetapi Allah membangkitkan Dia [Yesus] dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu (Kisah Para Rasul 2:24)
Bacaan : Matius 27:62-28:8
Saat itu sehari setelah Yesus disalibkan. Jenazahnya disimpan di kubur. Namun para imam kepala dan orang-orang Farisi yang memimpin penyaliban-Nya merasa gelisah dan berpikir bahwa penyaliban ini mungkin bukanlah akhir dari kisah Yesus. Itu sebabnya mereka menghadap Pilatus dan mengatakan kepadanya bahwa para murid Yesus mungkin akan mencuri jenazah-Nya untuk meyakinkan orang-orang bahwa Dia telah menggenapi nubuat-Nya, yakni bangkit dari kubur. Pilatus menanggapi, “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik- baiknya” (Matius 27:65).
Mereka pun menempatkan para penjaga di sana dan memeterai kubur itu (ayat 66). Para pemimpin agama dan politik telah berusaha semaksimal mungkin untuk meyakinkan bahwa jenazah Yesus akan tetap berada di dalam kubur. Padahal mereka mengusahakan suatu hal yang mustahil. Maut tidak dapat menguasai Anak Allah yang tidak berdosa. Maka, pada hari yang ketiga Dia bangkit seperti yang telah difirmankan-Nya (20:19; 27:63; 28:1-8).
Setelah kebangkitan Yesus, para imam kepala menyuap para serdadu dan mengatakan kepada mereka supaya menyebarkan kabar yang menggelikan bahwa para murid telah mencuri jenazah Yesus (28:11-14). Sampai saat ini, orang-orang skeptis masih saja saling melontarkan teori yang tak masuk akal. Mereka berusaha menyangkal kebangkitan Yesus. Meskipun mereka terus berusaha menimbulkan keraguan atas bukti sejarah, tetapi kebenarannya adalah: Yesus bangkit dari kubur.
Kita melayani Juruselamat yang hidup!


Yesus memahami anda:
Nats : Sama dengan kita, Ia [Yesus] telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa (Ibrani 4:15)
Bacaan : Ibrani 2:9-18
Andy yang baru berusia tujuh tahun harus merelakan tangan kirinya diamputasi. Memang tidak mudah baginya untuk menyesuaikan diri dengan hal itu. Karenanya ketika ia kembali bersekolah, gurunya ingin teman-teman sekelasnya memahami betapa sulitnya Andy kini menjalankan berbagai aktivitas secara normal. Jadi, suatu pagi guru itu me-minta semua siswa lain untuk menyembunyikan tangan kiri mereka di balik punggung. Dengan demikian, mereka harus melakukan segala aktivitas hanya dengan tangan kanan.
Hal-hal kecil seperti membuka halaman buku, menulis dengan rapi, dan menahan agar kertas tidak tergeser menjadi sulit. Mengancingkan baju membutuhkan usaha ekstra, dan mengikat tali sepatu menjadi hal yang mustahil. Sejak itu, teman-teman sekelas Andy menyadari bahwa satu- satunya cara agar mereka bisa memahami kesulitan Andy adalah dengan mengalami sendiri berbagai kesulitan yang ia hadapi.
Karena Tuhan Yesus, Putra Allah, telah menjadi manusia, maka Dia juga dapat memahami berbagai ujian dan pencobaan yang kita hadapi. Dia memahami setiap dukacita, derita, dan kesulitan yang kita hadapi sebab, "Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai" (Ibrani 2:18). Dan karena Dia tidak berdosa (4:15), Dia dapat mati menggantikan kita sebagai kurban yang sempurna bagi dosa-dosa kita (2:14-17).
Betapa bersyukurnya kita karena memiliki Juruselamat yang memahami dan peduli kepada kita!


Hidup Berkemenangan:
Nats : Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar (1Timotius 6:6)
Bacaan : 1Timotius 6:3-19
Saya sering dikuatkan oleh banyak orang tanpa mereka sadari. Saya teringat ketika pada suatu malam yang telah larut, saya berjalan menyusuri ruang santai di komunitas pensiunan orang-orang kristiani. Malam itu, semua penghuninya telah masuk ke kamar masing-masing, kecuali seorang wanita tua. Tanpa menyadari kehadiran saya, dengan sabar ia mengerjakan puzzle bergambar sambil bersenandung riang sendirian. Kelihatannya ia cukup puas dengan keadaannya itu.
Saya pun bertanya-tanya, "Bagaimana orang dapat mengalami rasa cukup yang sejati dalam situasi apa pun?" Rasul Paulus membahas masalah ini dalam 1 Timotius 6. Ia memperingatkan orang-orang tidak jujur yang memandang ibadah sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan finansial (ayat 5). Kedua, ada juga se-buah kesalahan lain yang sering tidak disadari umat kristiani, yakni keyakinan bahwa ibadah ditambah uang adalah kombinasi hidup berkemenangan. Paulus membetulkan kedua kesalahan ini dengan mengungkapkan kombinasi kemenangan sejati, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar" (ayat 6). Ia meminta umat percaya untuk merasa cukup dengan makanan dan pakaian mereka (ayat 7,8). "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang" (ayat 10), tetapi kasih dan kepercayaan akan Allah adalah akar dari segala rasa cukup.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda mengalami sukacita yang datang ketika kesalehan disertai dengan rasa cukup? Jika benar demikian, berarti Anda telah mendapatkan kombinasi hidup berkemenangan yang sejati


Dalih Kemunafikan:
Nats : Yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia (Galatia 2:13)
Bacaan : Galatia 2:11-18
Saya punya tetangga yang tidak tahan terhadap orang-orang munafik. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak lagi mengikuti kebaktian di gereja karena melihat begitu banyak orang munafik di sana.
Ia tidak sendiri. Itu adalah salah satu alasan yang paling populer mengapa orang menolak kekristenan. Tetangga saya benar, banyak sekali orang munafik di gereja.
Namun, kemunafikan sebetulnya tidak perlu dijadikan alasan untuk menolak Injil. Kuncinya adalah keabsahan Injil. Apakah kehadiran orang-orang munafik di gereja membatalkan keabsahan pesan Injil?
Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus menuduh Petrus munafik (Galatia 2:13). Namun, apakah hal itu menghilangkan keabsahan Injil yang diajarkan Petrus? Sebagian orang bisa berpendapat demikian, mungkin karena mereka mengharapkan orang-orang kristiani hidup sempurna. Namun, yang mungkin mengejutkan mereka adalah bahwa Yesus sendiri menegur dan mengutuk kemunafikan (Matius 6:1-18; 23:13-33). Dia membencinya lebih daripada orang lain.
Hal ini membawa kita pada sebuah titik kunci: Keabsahan kekristenan tidak boleh didasarkan pada orang-orang kristiani yang tidak sempurna, tetapi pada Kristus yang sempurna. Oleh sebab itu, jika seseorang bisa menunjukkan bahwa Yesus munafik, maka barulah ia memang memiliki alasan yang sah. Namun itu mustahil terjadi. Yesus itu tidak berdosa maupun bersalah (Yohanes 8:46; Ibrani 4:15).
Yesus adalah jawaban bagi dalih kemunafikan


Menjalankan Iman:
Nats : Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan- perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yakobus 2:22)
Bacaan : Roma 2:17-24
Sebagai orang kristiani, kita sering dituntut untuk “tidak hanya bicara”, tetapi “menjalankan ucapan kita”. Nasihat yang sama juga diungkapkan dalam kata-kata berikut: Jangan biarkan tingkah laku Anda bertentangan dengan iman yang Anda percayai. Pada kesempatan lain kita diingatkan untuk memastikan bahwa hidup kita selaras dengan ucapan kita. Jika perilaku kita tidak selaras dengan pengakuan iman kita, maka ketidakselarasan itu akan menghapuskan kesaksian Injil yang kita sampaikan.
Seperti yang kita ketahui, Mahatma Gandhi tidak pernah menjadi orang kristiani. Namun, ia pernah membuat pernyataan bahwa kita, pengikut Yesus, harus memikirkan hidup dengan baik. Ketika diminta untuk menyampaikan pesan pendek, ia menjawab, “Hidupku adalah kesaksianku.”
Kita perlu menjelaskan pesan Injil sejelas mungkin. Namun, penjelasan yang paling jelas sekalipun, tidak akan memenangkan hati yang mendengarnya bagi Tuhan, bila kasih-Nya tidak menyatu dalam hidup kita. Rasul Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 11:1, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.” Karena ia menempatkan dirinya sebagai teladan, ia menulis dalam Filipi 4:9, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.”
Berdoalah, agar seperti Paulus, kita bisa membuktikan iman kita yang menyelamatkan di hadapan dunia yang sedang menyaksikan hidup kita


Pusat Sejarah:
Nats : Simon Petrus menjawab dan berkata, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16)
Bacaan : Matius 16:13-20
Dalam kumpulan arsip biografinya, The Washington Post mengidentifikasikan orang-orang yang terkenal dengan sebuah catatan singkat tentang pekerjaan, seperti "raja home-run" atau "bintang film". Menurut seorang reporter, salah satu dokumen diberi judul, "Yesus Kristus (martir)".
Setiap orang yang telah mempelajari tentang Yesus Kristus membuat beberapa penilaian tentang Dia. Seorang filsuf dan sejarawan dari Perancis bernama Ernest Renan mengatakan demikian, "Seluruh sejarah tidak akan dapat dipahami tanpa Kristus." Dan seorang penulis Amerika, Ralph Waldo Emerson menyimpulkan, "Nama-Nya memang tidak terlalu sering ditulis, akan tetapi tertancap di dalam sejarah dunia."
Kenneth Scott Latourette, mantan ketua departemen keagamaan program pascasarjana di Universitas Yale menulis demikian, "Hidup Yesus yang singkat itu adalah kehidupan yang paling berpengaruh yang pernah ada di dunia ini. Melalui diri-Nya, berjuta-juta orang telah mengalami perubahan dan mulai menjalani hidup seperti yang diteladankan-Nya. Diukur melalui dampak yang mengikuti, kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus merupakan peristiwa-peristiwa yang paling penting dalam sejarah hidup manusia."
Label apa yang Anda sematkan pada diri Yesus Kristus? Jika Anda setuju bahwa Dia adalah sosok seperti yang diakui-Nya, maka jadikanlah Dia, yang merupakan pusat sejarah, tidak saja sebagai pusat kepercayaan Anda, tetapi juga sebagai objek dari kesetiaan dan kasih Anda


Hari Tergelap:
Nats : Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru (Mazmur 118:22)
Bacaan : Matius 26:17-30
Untuk merayakan hari raya Paskah, para penyembah Yahudi menyanyikan Mazmur 113-118, yaitu bagian yang disebut "Halel Mesir". Upacara tersebut berkembang menjadi penghargaan terhadap kebebasan dan keindahan hidup yang telah diberikan Allah. Pada akhir upacara itu, para peserta bernyanyi dan memuji Allah untuk menyenangkan Dia dan juga untuk mengekspresikan kegembiraan mereka. Seorang rabi menjelaskan hal tersebut sebagai "sukacita atas kebebasan yang mendalam".
Menjelang akhir acara makan Paskah, bagian kedua dari mazmur Halel ini pun dinyanyikan. Menurut Injil Matius, Yesus dan murid-murid-Nya menyanyikan sebuah kidung pujian dan "pergi ke Bukit Zaitun" setelah mereka merayakan Paskah terakhir mereka bersama-sama (26:30). Mereka saat itu barangkali menyanyikan mazmur berikut ini:
Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan
Telah menjadi batu penjuru.
Hal itu terjadi dari pihak Tuhan,
Suatu perbuatan ajaib di mata kita.
Inilah hari yang dijadikan Tuhan,
Marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!
(Mazmur 118:22-24).
Apa pun kidung yang mereka nyanyikan, keyakinan Yesus akan kebaikan Bapa surgawi sungguh mengejutkan. Dia sanggup memuji Bapa-Nya, sekalipun Dia mengetahui bahwa sebentar lagi Dia akan mengalami hari yang paling gelap sepanjang perjalanan hidup-Nya


Hari Tergelap:
Nats : Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru (Mazmur 118:22)
Bacaan : Matius 26:17-30
Untuk merayakan hari raya Paskah, para penyembah Yahudi menyanyikan Mazmur 113-118, yaitu bagian yang disebut "Halel Mesir". Upacara tersebut berkembang menjadi penghargaan terhadap kebebasan dan keindahan hidup yang telah diberikan Allah. Pada akhir upacara itu, para peserta bernyanyi dan memuji Allah untuk menyenangkan Dia dan juga untuk mengekspresikan kegembiraan mereka. Seorang rabi menjelaskan hal tersebut sebagai "sukacita atas kebebasan yang mendalam".
Menjelang akhir acara makan Paskah, bagian kedua dari mazmur Halel ini pun dinyanyikan. Menurut Injil Matius, Yesus dan murid-murid-Nya menyanyikan sebuah kidung pujian dan "pergi ke Bukit Zaitun" setelah mereka merayakan Paskah terakhir mereka bersama-sama (26:30). Mereka saat itu barangkali menyanyikan mazmur berikut ini:
Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan
Telah menjadi batu penjuru.
Hal itu terjadi dari pihak Tuhan,
Suatu perbuatan ajaib di mata kita.
Inilah hari yang dijadikan Tuhan,
Marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!
(Mazmur 118:22-24).
Apa pun kidung yang mereka nyanyikan, keyakinan Yesus akan kebaikan Bapa surgawi sungguh mengejutkan. Dia sanggup memuji Bapa-Nya, sekalipun Dia mengetahui bahwa sebentar lagi Dia akan mengalami hari yang paling gelap sepanjang perjalanan hidup-Nya


Tak Tersembunyi:
Nats : Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan (Markus 7:24)
Bacaan : Markus 7:24-30
Minyak wangi dari bunga mawar merupakan salah satu produk negara Bulgaria yang paling berharga dan dibebani pajak ekspor yang tinggi. Suatu kali seorang turis yang tidak bersedia membayar pajak, menyembunyikan dua botol kecil minyak berharga ini di dalam kopernya. Akan tetapi, ada sedikit parfum yang telah tumpah di kopernya. Setibanya di stasiun kereta api, aroma parfum itu telah menyebar dari dalam koper, sehingga memberitakan harta karun yang tersembunyi tersebut. Pihak berwenang segera mengetahui apa yang telah dilakukan sang pria dan menyita suvenir mahal tersebut.
Hal yang sama berlaku untuk Tuhan Yesus. Dia pun tidak dapat dirahasiakan. Orang banyak selalu mengerumuni-Nya. Mereka ingin mendengar perkataan hikmat, menerima pengampunan-Nya, serta meminta belas kasihan-Nya.
Setelah Dia naik ke surga kepada Bapa-Nya, pengaruh Yesus berlanjut di dalam kehidupan murid-murid-Nya. Orang banyak sadar bahwa mereka bersama Yesus (Kisah Para Rasul 4:13). Sikap dan tingkah laku mereka menandakan bahwa mereka adalah pengikut-Nya yang sejati.
Apakah Anda benar-benar hidup bagi Yesus? Apakah kasih Kristus begitu nyata di dalam hidup Anda sehingga orang-orang yang mengenal Anda dapat menyadari bahwa Anda adalah pengikut Dia yang "tidak dapat dirahasiakan"? (Markus 7:24). Jika memang demikian halnya, maka dunia akan dengan mudah melihat bahwa Anda berada di pihak Allah. Pengaruh Anda tidak dapat dirahasiakan
Kita Mengenal Allah?:
Nats : Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus (Yohanes 17:3)
Bacaan : Yohanes 17:1-5
Penulis Amerika, Mark Twain, terkenal karena kecerdasan dan pesonanya. Dalam suatu perjalanan ke Eropa, ia diundang untuk makan malam dengan seorang kepala negara bagian. Ketika anak perempuannya mengetahui undangan ini, ia berkata, Ayah mengenal semua orang penting yang harus dikenal. Tetapi ayah tidak mengenal Allah. Sedihnya, kata-kata ini benar karena Mark Twain adalah orang tak percaya yang skeptis.
Komentar anak perempuannya itu seharusnya menimbulkan pertanyaan terhadap diri kita sendiri, yaitu apakah kita mengenal Allah. Kita mungkin diberkati dengan persahabatan yang memperkaya hidup, berteman dengan begitu banyak orang penting, namun apakah kita mengenal Allah? Dan apakah pengetahuan kita akan Dia lebih dari sekadar informasi dari orang lain atau spekulasi, hal-hal yang mungkin dapat kita baca di buku?
Yesus ingin agar para murid-Nya memiliki pengenalan yang intim tentang Allah. Dia berdoa, Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus (Yohanes 17:3). Pengenalan ini benar-benar bersifat pribadi, dan hanya bisa didapatkan melalui persahabatan yang dalam dan lama. Sebenarnya, pengenalan yang dimaksud dalam bacaan ini dan di tempat lain dalam Kitab Suci digambarkan seperti keintiman suami istri saat mereka menjadi satu (Kejadian 4:1).
Kita dapat memiliki pengenalan itu jika kita meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan Allah, membaca firman-Nya, dan membagikan kasih-Nya kepada dunia


Mahabesar dan Mahabaik:
Nats : Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa .... Tuhan itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan (Nahum 1:3,7)
Bacaan : Nahum 1:1-8
Ketika kami masih kecil, saya dan kakak laki-laki saya selalu mengucapkan doa seperti berikut ini sebelum makan malam: Allah mahabesar, mahabaik. Marilah kita mengucapkan syukur kepada-Nya atas makanan ini. Selama bertahun-tahun saya mengucapkan doa ini tiada henti-hentinya karena saya tidak tahu akan seperti apa hidup saya nantinya jika hal ini tidak benar yaitu, jika Allah sebenarnya tidak mahakuasa dan tidak baik.
Tanpa kebesaran-Nya yang menjaga keteraturan di alam semesta, semua galaksi akan menjadi tempat sampah bintang-bintang dan planet-planet yang bertabrakan. Dan tanpa kebaikan-Nya yang berkata cukup untuk setiap penguasa jahat, maka bumi akan seperti taman bermain yang dikuasai oleh penggertak besar.
Doa masa kecil yang sederhana itu memuji dua sifat dasar Allah: transenden dan imanen. Transenden berarti bahwa kebesaran-Nya melampaui pemahaman kita. Imanen menggambarkan kedekatan-Nya kepada kita. Kebesaran Allah yang mahakuasa membuat kita tersungkur dalam kerendahan hati. Akan tetapi, kebaikan Allah mengangkat kita kembali dalam puji-pujian kemenangan dan ucapan yang penuh syukur. Dia yang mengatasi segala sesuatu merendahkan diri-Nya dan menjadi bagian dari kita (Mazmur 135:5, Filipi 2:8).
Puji Tuhan karena Dia mempergunakan kebesaran-Nya bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menyelamatkan kita. Selain itu, Dia mempergunakan kebaikan-Nya bukan sebagai alasan untuk menolak kita, melainkan untuk meraih kita


Suami yang Baik:
Nats : Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat (Efesus 5:25)
Bacaan : Efesus 5:25-33
Pada masa-masa awal pernikahan mereka, seorang pengkhotbah terkenal bernama W.E. Sangster (19001960) berkata kepada istrinya, Aku tidak dapat menjadi suami sekaligus menjadi pendeta yang baik. Aku ingin menjadi seorang pendeta yang baik.
Sangster banyak diminta untuk menjadi pengkhotbah dan pengajar. Ia pun sering bepergian meninggalkan keluarganya untuk menjadi pembicara. Ketika berada di rumah, ia jarang mengajak istrinya makan malam atau menikmati hiburan malam. Ia pun tidak membantu pekerjaan di rumah. Putranya memerhatikan kegagalan ini, tetapi tanpa mengurangi rasa hormat kepada ayahnya, ia menulis, Jika suami yang baik adalah pria yang mengasihi istrinya secara mutlak ... dan mengabdikan diri bagi sesuatu yang lebih besar dari mereka berdua, maka kebaikan ayah saya sebagai seorang pendeta sebenarnya tidak lebih baik daripada kebaikannya sebagai seorang suami.
Sangster memang setia terhadap istrinya. Akan tetapi, saya percaya ia bisa menjadi suami sekaligus pendeta yang baik seandainya ia lebih memerhatikan kebutuhan sang istri daripada jadwalnya yang padat.
Banyak orang yang memangku jabatan penting memiliki banyak tuntutan, yang terkadang tidak terhindarkan. Tetapi apabila seorang suami kristiani sungguh-sungguh memerhatikan perintah Paulus untuk mengasihi istrinya sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat, tentunya ia akan menemukan jalan untuk memberikan diri bagi istrinya, bahkan untuk perkara-perkara yang kecil. Begitulah cara Kristus, teladan kita, mengasihi jemaat-Nya


Berjalan Dalam Debu-Nya:
Nats : Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya ... lalu mengikuti Dia (Markus 1:20)
Bacaan : Markus 1:16-20
Pada abad pertama, seorang Yahudi yang ingin menjadi murid seorang rabi (guru) harus meninggalkan keluarga dan pekerjaannya untuk mengikuti sang rabi. Mereka akan menjalani hidup bersama selama 24 jam setiap hari. Mereka akan berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mengajar dan belajar, serta bekerja. Mereka berdiskusi dan menghafalkan Kitab Suci serta menerapkannya dalam hidup mereka.
Panggilan menjadi seorang murid, seperti yang dijelaskan dalam berbagai tulisan Yahudi pada zaman mula-mula mengenai etika dasar, adalah menyelubungi dirinya dalam debu kaki [sang rabi], meneguk setiap perkataannya. Ia mengikuti rabinya dengan begitu dekat sehingga ia akan berjalan dalam debunya. Dengan melakukan hal itu, ia akan menyerupai sang rabi, gurunya.
Simon, Andreas, Yakobus, dan Yohanes mengetahui bahwa ini merupakan tipe hubungan yang diinginkan oleh Yesus ketika Dia memanggil mereka (Markus 1:16-20). Jadi, mereka pun segera meninggalkan pekerjaan mereka dan mengikuti Dia (ayat 20). Selama rentang waktu tiga tahun mereka bergaul karib dengan-Nya. Mereka mendengarkan pengajaran-Nya, menyaksikan berbagai mukjizat-Nya, mempelajari berbagai prinsip-Nya, dan berjalan dalam debu-Nya.
Sebagai pengikut Yesus yang hidup pada zaman ini, kita pun dapat berjalan dalam debu-Nya. Dengan meluangkan waktu untuk mempelajari dan merenungkan firman-Nya serta menerapkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, kita akan menjadi seperti rabi kita Yesus


Berjuanglah!:
Nats : Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal (1Timotius 6:12)
Bacaan : 1Timotius 6:6-19
Setelah hidup lebih dari 80 tahun, saya tahu bahwa segala pernyataan yang menawarkan cara melangsingkan tubuh tanpa usaha adalah omong kosong belaka. Demikian pula dengan segala judul khotbah yang menjanjikan kepada kita cara mudah untuk menjadi serupa dengan Kristus.
Penulis Brennan Manning bercerita tentang seorang pecandu alkohol yang meminta pendetanya untuk mendoakannya agar ia terlepas dari masalah kecanduan. Ia mengira ini adalah cara yang cepat dan mudah untuk mengatasi ketergantungannya. Sang pendeta, yang mengetahui motivasinya untuk minta didoakan menjawab, Saya punya ide yang lebih baik. Pergilah ke Alcoholics Anonymous [grup penolong pecandu alkohol]. Ia menyarankan orang itu untuk mengikuti program yang ada dengan tekun serta membaca Alkitab setiap hari. Dengan kata lain, kata sang pendeta mengakhiri ucap-annya, berjuanglah.
Berjuanglah. Itulah yang dikatakan oleh Paulus kepada Timotius, ketika ia memberi tahu betapa ia harus menata hidupnya supaya dapat mengajar orang percaya bagaimana mereka harus hidup. Coba Anda perhatikan kata kerjanya, Kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertadingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal (1Timotius 6:11,12).
Tidak ada cara yang mudah untuk membebaskan diri dari kecanduan alkohol, demikian pula tidak ada jalan tanpa usaha untuk menjadi serupa dengan Kristus. Apabila kita sungguh-sungguh ingin menjadi serupa dengan Yesus, kita pun harus terus berjuang


Perintah Tuhan Kita:
Nats : Yesus berkata, ... Mari, ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan penjala manusia (Markus 1:17)
Bacaan : Yohanes 21:14-22
Di Pantai Galilea, Yesus suatu kali mengajukan pertanyaan kepada Simon Petrus untuk menyelidik hatinya, Apakah engkau mengasihi Aku? (Yohanes 21:15-17). Kemudian Tuhan yang telah bangkit itu memberi tahu kepada murid-Nya, Petrus, bahwa kelak ia akan mati sebagai seorang martir. Mendengar pernyataan tersebut, Petrus pun menerimanya tanpa mengeluh.
Akan tetapi, kemudian Petrus mempertanyakan masa depan Rasul Yohanes (ayat 21). Kita hanya dapat menebak-nebak apa motivasi dari pertanyaannya itu. Apakah pertanyaan itu merupakan tanda perhatian seorang saudara? Apakah hal itu semata-mata hanyalah keingintahuan duniawi? Apakah Petrus kesal karena ia mengira Yohanes tidak mati sebagai martir?
Apa pun motivasi Petrus, Yesus menjawabnya dengan balik melontarkan pernyataan yang tidak hanya ditujukan kepada Petrus, tetapi juga ditujukan kepada setiap pengikut-Nya, Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku (ayat 22). Dengan pernyataan tersebut, Yesus sebenarnya hendak mengatakan, Jangan mengkhawatirkan hidup orang lain. Tugasmu adalah tetap mengikuti Aku dengan setia.
Kita begitu mudah membiarkan hubungan kita dengan Tuhan ditentukan oleh perilaku dan pengalaman orang lain. Akan tetapi, kita tidak boleh mengusik rencana Allah bagi orang lain. Meskipun ada suara-suara sumbang di sekitar kita, kita harus tetap mendengarkan perintah yang jelas dari Sang Juru Selamat, Tetapi engkau: ikutlah Aku


Siapakah Allah Itu?:
Nats : Firman Allah kepada Musa: “Aku adalah Aku” (Keluaran 3:14)
Bacaan : Keluaran 3:13-22
Tiga ribu lima ratus tahun yang lalu, Musa bertanya kepada Allah siapakah diri-Nya dan ia menerima jawaban yang aneh. Allah berfirman, “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: ‘Akulah Aku telah mengutus aku kepadamu.’ … Itulah nama-Ku untuk selama-lamanya” (Keluaran 3:14,15).
Sudah lama saya bertanya-tanya mengapa Allah menyebut diri-Nya dengan nama demikian, tetapi perlahan-lahan saya memahami maksudnya. Sebuah kalimat hanya memerlukan dua hal supaya lengkap, yaitu sebuah subjek dan sebuah kata kerja. Jadi, ketika Allah mengatakan nama-Nya “Akulah Aku,” hal ini mengandung konsep bahwa Dia lengkap dalam diri-Nya. Dia adalah subjek sekaligus kata kerja. Dia dapat memenuhi segala yang kita butuhkan.
Jawaban Allah yang mendasar terhadap pertanyaan Musa, “Siapakah Engkau?” akhirnya menjadi sosok yang nyata dalam diri Yesus. Yesus meninggalkan surga untuk menunjukkan kepada kita apa artinya menyandang nama Bapa-Nya. Dia berkata kepada murid-murid-Nya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yohanes 14:6). Dia juga mengatakan, “Akulah roti hidup” (6:48), “terang dunia” (8:12), “gembala yang baik” (10:11), dan “kebangkitan dan hidup” (11:25). Dalam Wahyu, Yesus menyatakan, “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir” (22:13). Dan Dia mengatakan, “Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (Yohanes 8:58).
Jika Anda mempertanyakan siapakah Allah itu, luangkan waktu sejenak untuk mengenal Yesus lewat halaman-halaman firman-Nya


Saat Berbelas Kasih:
Nats : Yesus berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34)
Bacaan : Lukas 23:26-34
Pada tahun 2002 saya berada di Jakarta, Indonesia. Saat itu saya menjadi pengajar selama dua malam dalam suatu konferensi Alkitab. Malam pertama, saya berangkat lebih awal ke gereja yang menjadi penyelenggara acara, dan sang pendeta mengajak saya untuk berkeliling gedung. Keindahan gereja itu mengesankan saya.
Kemudian sang pendeta mengajak saya ke ruangan yang besar di tempat yang lebih rendah. Di bagian depan terdapat mimbar dan meja Perjamuan Kudus. Di belakangnya tampaklah dinding beton sederhana dengan salib kayu menempel di dinding. Di bawahnya tertera tulisan berbahasa Indonesia. Saya menanyakan apa bunyi tulisan itu, dan saya terkejut saat ia mengutip perkataan Kristus yang dilontarkan-Nya dari atas kayu salib, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Saya menanyakan apakah ada alasan khusus sehingga tulisan itu tertulis di situ. Ia lalu menjelaskan bahwa beberapa tahun sebelumnya di kota ini pernah terjadi kerusuhan hebat, dan 21 gereja dibakar habis dalam satu hari. Dinding beton itu merupakan satu-satunya yang tersisa -- dari gereja pertama yang dibakar.
Dinding dan ayat tersebut mengingatkan mereka pada belas kasih yang ditunjukkan Kristus di atas kayu salib, dan hal itu menjadi pesan gereja bagi kota mereka. Balas dendam dan kepahitan bukanlah respons yang menyembuhkan kebencian dan kemarahan dunia yang terhilang ini. Akan tetapi, belas kasih Kristus dapat menjadi respons yang memulihkan, seperti halnya yang terjadi 2.000 tahun silam


Berbuat Baik:
Nats : Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, daripada menderita karena berbuat jahat (1Petrus 3:17)
Bacaan : 1Petrus 3:8-17
Yusuf (bukan nama sebenarnya) adalah contoh perwira militer yang terpercaya. Ia naik pangkat di angkatan bersenjata negaranya sampai ke tingkat kolonel dalam tugas khusus. Dengan pangkat ini datanglah kesempatan, yang baik maupun buruk.
Ketika Yusuf ditempatkan di sebuah wilayah yang diguncangkan oleh perdagangan narkoba, ia berniat menegakkan keadilan di wilayah yang bermasalah ini. Ia dan pasukannya mulai menangkap para penjahat untuk melindungi masyarakat. Beberapa atasannya yang korup dan mendapat suap dari para bandar narkoba, memerintahkannya untuk menutup mata agar mereka dapat mengedarkan obat-obat terlarang itu. Berulang kali ia menolak melakukannya sampai akhirnya ia ditahan dan di penjara selama 8 tahun -- karena melakukan kebaikan.
Sayangnya, kita hidup di dunia di mana kadang kala berbuat baik justru mengakibatkan penderitaan. Hal ini nyata bagi Yusuf; upah atas jasanya melayani rakyat adalah dipenjarakan dengan tidak adil.
Rasul Petrus, yang juga dipenjara karena melakukan kebaikan, memahami sakit hati seperti itu. Ia memberi kita cara pandang ini: "Lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, daripada menderita karena berbuat jahat" (1Petrus 3:17).
Ketika Yusuf menceritakan apa yang diajarkan Allah kepadanya di penjara, saya tahu keadilan Allah tidak dapat dihalangi oleh kejahatan manusia. Berbuat baik tetap menyenangkan dalam pandangan-Nya -- bahkan ketika kita diperlakukan semena-mena oleh dunia karena melakukan kebaikan


Terlambat!:
Nats : Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu hari maupun saatnya (Matius 25:13)
Bacaan : Matius 25:1-13
Suatu kali, Washington Post mengingatkan tentang insiden tragis yang dialami kapal Titanic. Di ruang kendali, petugas sedang sibuk menjalankan tugasnya. Telepon berdering. Satu menit berlalu. Pada menit kedua, si petugas tak mau diganggu karena terlalu sibuk. Menit ketiga pun berlalu sangat cepat. Setelah si petugas selesai dengan tugasnya, barulah ia mengangkat telepon yang pesannya berbunyi, "Ini tempat pengintai pada haluan kapal. Gunung es persis di depan! Putar haluan!" Dengan cepat si petugas ke ruang kendali, tetapi terlambat! "Kebanggaan segala lautan" itu menabrak gunung es dan menewaskan 1.600 jiwa.
Andai si petugas menanggapi telepon itu, mungkin film Titanic tak perlu dibuat. Tiga kesempatan dilewatkan dan ketika hendak menanggapi panggilan itu, ia sudah terlambat! Hal yang sama kerap dilakukan banyak anak Tuhan saat mendengar suaraNya. Kebanyakan dari kita sebenarnya sudah mendengar jelas apa yang menjadi peringatan dan kehendak Tuhan, tetapi kerap kali kita meremehkan semuanya itu.
Bila kesempatan itu ternyata merupakan yang terakhir, maka jika kita tidak serius menanggapinya, bisa-bisa kita pun akan "tenggelam". Firman Allah mengingatkan kita agar selalu berjaga-jaga. Jika tidak demikian, bisa-bisa kita mengabaikan kesempatan yang Tuhan berikan -- kesempatan untuk bertobat, untuk melakukan kehendakNya, untuk melayani-Nya, atau yang lain. Perbedaan nyata antara lima gadis bodoh dan lima gadis bijaksana dalam bacaan kita adalah bahwa yang bijaksana selalu berjaga-jaga (ayat 4), sementara yang bodoh terlambat menjaga minyaknya (ayat 3,10). Jangan terlambat!


Bila Semua Mengecewakan:
Nats : Namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku (Habakuk 3:18)
Bacaan : Habakuk 3:17-19
Bila segala sesuatu tampak tak terkendali dan di luar rencana sehingga mengganggu kenyamanan dan kestabilan, bagaimana kita menghadapinya? Doa Habakuk ini bukan doa yang nyaman. Realitas hidup Habakuk adalah ketidakadilan, penindasan yang merajalela. Payahnya, Tuhan seolah-olah membiarkan semuanya itu. Tidak ada keadilan! (Habakuk 1:2,3). Karenanya Tuhan menghukum Israel dengan perantaraan bangsa lain. Namun, bangsa lain yang menjarah ini kemudian akan berhadapan sendiri dengan murka Tuhan (2:6-20). Suasana benar-benar kelam. Di sinilah puisi doa Habakuk teruntai. Itulah sebabnya doa ini dinyanyikan dalam nada ratapan (ayat 3).
Habakuk memulai puisi ratapan tentang hidup yang mengkhawatirkan dengan merefleksikan kuasa Tuhan yang melebihi kekuatan-kekuatan mitologis (ayat 1-16). Masalahnya, kita sering menganggap kuasa-kuasa lain lebih berjaya daripada Tuhan. Kuasa Tuhan, entah bagaimana, kurang berasa. Di sinilah Habakuk menjadi contoh bagi kita. Perhatikan ungkapan sang nabi di akhir puisi doanya. Pesannya amat kuat dan jelas. Barangkali dapat dibahasakan ulang bahwasanya iman tidak boleh ditentukan oleh berkat Tuhan. Iman tidak ditentukan oleh baiknya situasi. Iman kepada Tuhan tidak boleh berubah relatif sesuai dengan apa yang enak atau tidak enak bagi kita. Dalam bahasanya sendiri Habakuk berdoa, "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon bakung tidak berbuah ... kambing domba terhalau dari kurungan ... namun aku akan bersorak-sorak, beria-ria di dalam Allah penyelamatku."
Apakah dimensi iman yang sedewasa ini menjadi milik kita?


Saat Bimbang:
Nats : Ketika hatiku merasa pahit ... aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. Tetapi aku tetap di dekat-Mu (Mazmur 73:21-23)
Bacaan : Mazmur 73:1-5, 21-26
Aku memanggil-Mu, ingin bergantung pada-Mu, tetapi Engkau tak menjawab. Aku sendirian .... Di mana imanku? Yang ada hanya kehampaan dan kegelapan." Demikianlah Ibu Teresa menuliskan salah satu suratnya. Ketika surat-surat pribadinya dipublikasikan, orang kaget. Tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang rohaniwan terkenal seperti dia bisa mengalami kebimbangan hidup? Bahkan, meragukan imannya? Bukankah dunia mengenalnya sebagai tokoh yang begitu mencintai Tuhan dan sesama?
Hal ini tidak mengherankan. Pemazmur pun pernah bimbang akan kehadiran Tuhan. "Seperti hewan aku di dekat-Mu," katanya. Anjing peliharaan hanya paham beberapa instruksi tuannya. Pengertiannya terbatas sekali. Tak bisa ia memahami maksud sang tuan sepenuhnya. Seperti itulah kondisi pemazmur. Ia tak mengerti, mengapa Tuhan membiarkan orang jahat hidup enak dan jaya. Ia yang hidup bersih justru "nyaris tergelincir". Namun ia bertekad, "aku tetap didekat-Mu." Itulah yang membuatnya tetap bertahan di masa bimbang. Akhirnya, pelan-pelan Tuhan membukakan rencana-Nya dan membuat ia mengerti maksud-Nya.
Saat hidup tampak tidak adil, bisa jadi kita pun bimbang. Merasa Tuhan seolah-olah tak ada dan tak berkuasa. Kita meragukan pimpinan-Nya. Ini wajar. Tiap orang percaya pernah mengalaminya. Yang penting bagaimana sikap kita ketika menjalani masa itu. Dalam kebimbangan, Ibu Teresa tetap giat melayani sesama. Pemazmur memilih tetap mendekat pada Tuhan. Kita pun dapat memilih untuk tetap ada di jalan-Nya, sekalipun
ada saat di mana hadir-Nya tidak nyata terasa


Gereja Bukan Gedungnya:
Nats : Dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan" (Filipi 2:11)
Bacaan : Matius 16:13-20
Pada masa kini, ada kesan kuat bahwa gereja seolah-olah hanya tempat pertunjukan dan hiburan. "Pengunjung" datang dan pergi sesukanya demi mencari acara yang memuaskan selera. Bila gedung gereja dipenuhi oleh hadirin yang terpikat, entah oleh apa, itu dinilai sukses. Gereja hanya dipahami sebagai sebuah gedung, tempat, acara, dan pertunjukan.
Atas perkenan Allah, Petrus mengaku bahwa Yesus-lah Anak Allah; dan Tuhan mendirikan Gereja-Nya di atas dasar pengakuan iman itu. Keberadaan gereja ditentukan oleh orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sejarah gereja membuktikan bahwa dengan pertolongan Roh Kudus, pengakuan itu bertahan walaupun diterjang pelbagai tantangan, siksaan, penganiayaan, dan pembantaian. Selama kaum beriman yang tinggal masih setia pada pengakuan imannya, gereja-dalam arti sesungguhnya-tak akan pernah binasa, meskipun para tokohnya dibunuh, gedung-gedungnya dibakar, kegiatan-kegiatannya dilarang, ruang gerak dan izin pendiriannya dibatasi. Sebaliknya, gereja justru makin berkembang.
Keberadaan gereja lebih ditentukan oleh faktor orang-orang yang hidup di atas dasar pengakuan iman, yaitu makna Yesus bagi jemaat. Bukan dari megahnya gedung, rapinya organisasi, bervariasinya kegiatan, dan kuatnya keuangan. Semua itu memang perlu, tetapi bukan yang utama. Kekuatan gereja bertumpu pada karya Roh Kudus di dalam dan melalui orang-orang yang setia pada imannya. Pada akhirnya, orang-orang tidak hanya mencari gereja sebagai tempat ibadah, tetapi juga demi melaksanakan hidup bergereja; terlibat aktif dalam setiap pelayanan gereja.


Haruskah Kita Putus Asa ?:
Tubuhnya letih dengan raut muka memurung. Dia berduka. Kobaran emosi siap membakar setiap percikan api yang memercik, yang ada hanya gelap sejauh mata memandang, bahkan rela untuk membawa diri berbelok ke jalur negatif untuk merebahkan keletihannya atau sekedar relaksasi. Ya, Putus Asa … seringkali singgah di kehidupan.

Hidup di kelilingi kebuntuan, jalan keluar yang tak kunjung terlihat, kesedihan selalu menyelimuti, jalan hidup yang selalu berbatu, membenci keadaan, dan lain-lain.

Kalimat-kalimat di atas seringkali muncul sebagai keterangan keadaan ketika kita mendapati beberapa keadaan yang tak sesuai dengan apa yang di inginkan dan sadar atau tidak ternyata kita sudah memvonis keadaan hidup kita secara tidak langsung. Kita pasti pernah beberapa kali mendengar tentang ungkapan kesal dan letih yang muncul akibat keadaan hidup yang semakin tak sesuai dengan keinginan,

“Hidup macam apa ini, semua kok serba susah!!”

dan bahkan ada yang spontan menggerutu akan Tuhan.

“Gusti…kok saya dikasih jalan hidup seperti ini,!!”

ada juga yang dengan bersungut-sungut atau lunglai sedang memaki dan menyalahkan dirinya sendiri.

Ekspresi & Ungkapan yang memvonis dengan menempatkan keadaan hidup di titik terendah dan membawa hidupnya pada konsep putus asa. Konsep putus asa yang kami maksud disini adalah konsep yang lahir dari pola pikir secara otomatis atas penyimpulan keadaan yang tak sesuai dengan yang di inginkan. Dan secara psikologis, pola pikir itu menempatkan niat diri dalam ”usaha non maksimal” karena semangat yang sudah terkikis. Dengan kata lain, anda sendiri yang memenggal tiap ranting-ranting usaha anda, dengan cara membebaskan lahirnya anggapan-anggapan yang mengacu pada (ketidak berhasilan, Percuma, buang-buang waktu, dll) padahal sekali lagi, itu adalah anggapan anda sendiri.

Putus asa terjadi karena melupakan suatu sumber kekuatan yang bisa memompa diri secara batiniah dah lahiriah, sember kekuatan yang sangat special dalam pembentukan pola pikir yang membantu dan sangat-sangat diperlukan untuk menjadi system imun kekebalan diri terhadap konsep putus asa. Sumber kekuatan itu adalah sebuah PENGHARAPAN (hope).

Misalnya, Keadaan yang tak sesuai keinginan adalah Virus, Pengharapan adalah daya tahan tubuh dan Putus asa adalah penyakit. Manusia tak akan pernah bisa mengendalikan virus yang tersebar di lingkungan dan lingkup hidupnya, tetapi manusia bisa menangkalnya. Penangkal virus adalah Daya Tahan Tubuh manusia itu sendiri, sama halnya dengan Pengharapan yang berperan sebagai penangkal putus asa dalam diri kita.

Roma 8:24-25 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.

Orang dengan Pengharapan adalah orang yang bersyukur. Selalu Bersuka dalam keadaan apapun, dan Bersabar dalam segala hal meskipun yang tidak di kehendaki.

Roma 12:12, Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.

Ada satu kisah nyata yang sangat terkenal dari seorang bernama Fanny J. cosby. Dia adalah pengarang lebih dari 8000 lagu rohani yang sampai saat ini masih di nyanyikan oleh berjuta-juta umat Kristen di dunia (Kidung Jemaat dll) contohnya, Safe in the Arms of Jesus (selamat di TanganYesus, KJ 388), Blessed Assurance(Ku Berbahagia, KJ 392), Pada Kaki SalibMU, dll.

Fanny dilahirkan pada tahun 1820 dan pada saat umur 6 minggu, Dia terkena demam dan mendapatkan gangguan pada matanya. Setelah dibawa untuk berobat ternyata pengobatan itu malah membuatnya mengalami Kebutaan total pada matanya. Waktu terus berlalu dan Fanny semakin tumbuh, tetapi dalam pertumbuhannya Fanny tak pernah merasa minder dan putus asa. Dan suatu ketika dipertemukanlah Dia dengan seorang komponis music rohani yang akhirnya bekerjasama untuk membuat lagu-lagu rohani yang awalnya di ambil dari puisi-puisi ciptaan Fanny. Sebelumnya Fanny sering menumpahkan isi hati nya dalam puisi-puisi, termasuk yang sekarang menjadi lagu-lagu pujian di Kidung jemaat.

Pada suatu waktu, seorang pendeta bersimpati dengannya dan berkata, “Saya rasa, sungguh membangkitkan belas kasihan bahwa Sang Pencipta tidak memberi anda penglihatan, padahal Ia memberikan banyak sekali karunia lain pada anda.”

Lalu Fanny menjawab, “ Tahukah anda, seandainya pada saat saya lahir saya bisa meminta satu hal, saya akan meminta agar saya dilahirkan buta.”

Pendeta bertanya, :”Mengapa seperti itu ?”

Fanny menjawab, “Karena bila saya naik ke surga nanti, wajah pertama yang akan membangkitkan suka cita dalam pandangan saya adalah Wajah Sang Juruselamat.”

Keteguhan Fanny menjalani kehidupannya memberikan inspirasi bagi banyak orang, termasuk lewat lagu-lagunya yang membangkitkan Iman. Fanny membuktikan bahwa keadaan yang tidak di inginkannya dapat berubah menjadi berkat yang terealisasi lewat lagu-lagu pujian ciptaannya.

Manusia mempunyai hubungan yang intim dengan kekecewaan, dan semua manusia pasti pernah merasa kecewa. Akan tetapi jika kita menempatkan kekecewaan sebagai masalah dan beban di posisi teratas dalam diri maka kekecewaan lah yang mengambil alih diri kita dan dengan waktu singkat Kerajaan kecewa menduduki tubuh kita dengan merubah pandangan-pandangan untuk kita melangkah dan Putus asa lah kita.

Akan tetapi jika manusia mendapati kekecewaan dan menempatkannya sebagai Pemicu dan bahan untuk merubah kekecewaan itu sendiri atas hidup, maka jernihlah segala akal budi dan pandangan kita untuk melangkah. Terlebih jika bisa menjadi berkat untuk banyak orang seperti kisah Fanny.

“Orang-orang yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar, orang-orang yang tinggal di tanah dalam gelap, terang pada mereka telah bersinar.”Yesaya 09:02

Kita bisa menyelaraskan pola pikir, hati dan jiwa serta tubuh kita untuk menjadi orang yang kuat dalam kehidupan dunia ini. Dan jika suatu saat kecewa dan keadaan yang tak di inginkan singgah di hidup kita, jadilah kuat dan katakan…

Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah. Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!

Mazmur42:5

Tuhan memberkati kita semua.

Amin.




0 komentar:

Posting Komentar